Akhir-akhir ini riak-riak perlawanan meruak di kalangan aktivis kampus (FIP UNM). Surat edaran dekan dianggap mencekik fungsionaris lembaga. Ruang-ruang organisasi adalah wadah bagi mahasiswa mengembangkan minat dan bakat serta belajar seolah hanya buah-buah bibir para pimpinan fakultas saat membuka acara-acara LK FIP. Senada dengan hal itu, MENSOSPOL BEM FIP UNM menganggap bahwa surat edaran dekan merugikan fungsionaris lembaga di internal FIP UNM, pasalnya ada wacana untuk memangkas jumlah bulan kepengurusan, sebagian yang lain berpandangan bahwa tindakan pimpinan tesrsebut melanggar aturan baku yang berlaku di lingkup UNM. PLK UNM mengatur segala mekanisme kerja lembaga kemahasiswaan. Periodisasi setiap lembaga adalah 1 periode, dalam PLK tersebut, 1 periode diterjemahkan 1 tahun kepengurusan. Selain melanggar PLK yang berlaku, fungsionaris LK FIP menilai dekan sedang berupaya memangkas kepengurusan LK, yang belakangan ini terbilang aktif mengkritisi Pimpinan. PLK adalah singkatan dari Pedoman Lembaga Kemahasiswaan. Merupakan perangkat khusus, yang disusun oleh pimpinan tingkat universitas, berlandaskan pada aturan tentang kemahasiswaan. Sumber rujukan PLK sendiri dapat kita temukan dalam Undang-undang Perguruan Tinggi No. 12 tahun 2012 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Disisi lain, kami menganggap adanya tafsiran lain tentang Surat Edaran. Dalam agenda dialog yang terlaksana beberapa kali antara pimpinan fakultas dan Fungsionaris LK FIP, pimpinan menganggap bahwa Surat Edaran adalah sesuatu yang wajib untuk dijalankan. Sementara Fungsionaris LK menilai bahwa Surat Edaran bersifat anjuran, anjuran yang mesti dipertimbangkan, jika anjuran tersebut memberikan manfaat dan dampak yang baik, maka tidak ada alasan untuk menolak, namun jika yang terjadi adalah hal yang berkebalikan, maka tanpa diskusi yang panjang pun Surat Edaran tidak harus ditanggapi, apalagi sampai diperbincangkan melalui dialog resmi. Pimpinan dalam hal ini dinilai tidak akomodatif. Mahasiswa yang menjadi sasaran seharusnya dilibatkan dalam pembahasan setiap regulasi yang akan diterbitkan, agar tidak terjadi kesalahpahaman yang berpotensi menimbulkan perselisihan yang berkepanjangan. Masalah yang timbul tidak hanya berkepanjangan, juga berimbas pada kepengurusan setelahnya. Selain melahirkan Pengurus baru yang terlalu dini, juga berpotensi melahirkan pengurus LK yang tidak kafabel dan tidak memiliki pengalaman lebih. Apa yang dirasakan oleh fungsionaris LK hari ini adalah efek dari MUBES periode sebelumnya yang terbilang alot. Namun hal ini tidak bisa disebut sebagai akar masalah, sebab lambatnya MUBES terlaksana adalah pandemi, yang menjadi sebab kampus ditutup dan pelayanan yang tidak terbuka. Jika bulan april semua LK FIP harus mengakhiri masa jabatan, pada saat yang sama kita bersepakat melanggar aturan kelembagaan yang berlaku dilingkup UNM. Jika proses pencairan dana LK dianggap merepotkan, maka solusinya tentu bukan memaksa LK untuk segera melaksanakan Musysawarah Besar, melainkan menata kembali proses pencairan dananya. Ikhtiar yang baik, idealnya tidak merugikan pihak lain, jika ada satu pihak yang dirugikan dalam pengambilan keputusan, dapat dipastikan bahwa putusan tersebut bukanlah solusi yang tepat. Komentar ini lahir sebagai autokritik terhadap Pimpinan FIP UNM saat ini yang terkesan anti kritik, ada juga yang menilai bahwa pimpinan berupaya menghilangkan prinsip demokratisasi dilingkup LK, persepsi yang lain menyebutkan bahwa pimpinan berwatak Tempramen, yang suka berucap dan bertindak tidak wajar terhadap para pengurus LK. Tidak bermaksud untuk memprovokasi, sepak terjangnya terekam oleh empirisme setiap pengurus LK yang kerap kali menjadi korban. Sebab LK FIP bersepakat menolak SE Dekan, bukanlah tanpa alasan, melainkan respon cepat atas tindakan yang tidak tepat oleh Pimpinan. Jika kami dianggap menggurui, maka kami sarankan agar keterwakilan fungsionaris LK dilibatkan dalam setiap perumusan regulasi yang menjadikan LK sebagai sasaran. -KEMENRISBANG BEM FIP UNM-